“Gorengan”: A sustainable Business


Kalau ditanya apa bedanya mahasiswa dulu dan sekarang… akan banyak sekali jawaban yang bisa kita temukan. Beda zaman tentunya akan berdampak pada perubahan sifat maupun kebiasaan manusia.

Tapi, kalau ditanya apa persamaan mahasiswa dulu dan sekarang.. maka saya akan menjawab dengan penuh keyakinan.. JUALAN GORENGAN!!

Sudah jadi pemandangan sehari2 mahasiswa di kampus ini membawa sebuah kotak berwarna putih yang berisikan gorengan. Ketika saya tanya ‘untuk apa?’.. jawabannya adalah ‘cari dana bu buat organisasi’. Jawaban yang sama ketika dulu saya masih mahasiswa S1. Entah siapa yang memulai ide untuk berjualan gorengan ini dikalangan mahasiswa, khususnya sebagai bagian dari usaha mereka mencari dana kegiatan organisasi (fund raising). Yang jelas, saat saya kuliah dulu, saya dan teman-teman juga melakukan hal yang sama. Dan ide itu kami dapatkan dari para pendahulu alias kakak tingkat. Bahkan dari merekalah kami mendapatkan info supplier gorengan yang enak dan murah.

Sebenarnya, kalau dihitung -hitung, profit margin dari jualan gorengan ini tidaklah seberapa. Keuntungan dari 1 gorengan paling berkisar 250 hingga 500 rupiah. Kebetulan kampus saya dulu penduduknya tidak banyak karena termasuk fakultas kecil. Pada satu angkatan paling ada sekitar 100an orang. Dulu sehari kami hanya menjual sekitar 100 gorengan. Kalau laku semua, maka keuntungan yang didapat hanya sekitar 50.000 rupiah saja. Dan kalau tidak laku biasanya sore hari akan dilelang tentu dengan margin yang lebih kecil. Dengan keuntungan yang tidak terlalu besar, aktifitas ini masih terus dilakukan turun temurun (entah sekarang di kampus saya dulu masih ada atau tidak).

“Demand nya masih tinggi bu..” begitu jawaban seorang mahasiswa ketika saya tanya kenapa masih saja jualan gorengan. Yah, mungkin inilah Indonesia, masyarakatnya sangat suka gorengan meskipun katanya makanan ini tidaklah sehat. Dan kalau saya lihat, di kampus ini bisnis jualan gorengannya  sangat terorganisir dengan baik. Di pagi hari, di salah satu kantin, ada vendor (sepertinya) gorengan yang siap sedia membagi-bagikan barang dagangan ini ke mahasiswa. Dan mereka (mahasiswa lintas fakultas) biasanya akan membawa satu dus gorengan ke kelas untuk dijajakan ke teman2 mereka. Dulu dimasa saya, mahasiswa lah yang datang ke vendor untuk mengambil barang dagangan. Jadi sekarang mereka lebih aktif sepertinya

Kenapa masih bertahan? Mungkin selain permintaan pasar yang masih tinggi, juga karena modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar sehingga sesuai dengan kantong mahasiswa. Selain modal, usaha (effort) nya juga kecil.. cukup membawa ke kelas dan diletakkan di atas meja.. biasanya konsumen yang akan datang menghampiri.

Pertanyaan saya, sampai kapan bisnis gorengan ini akan bertahan di kalangan mahasiswa sebagai upaya fund raising? Bisnis apa kira2 yang bisa menggantikannya? Mungkin  dengan profit margin yang lebih besar dan lebih “intelek”.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *