AREITIC : Another Conference of Maltesas


2016 Advanced Research in Engineering and Information Technology International Conference (AREITIC) merupakan conference ke-tiga yang saya ikuti dari sekian banyak event serupa yang diorganisir oleh Maltesas (Malaysia Technical Scientist Association). Kali ini Maltesas bekerja sama dengan Universiti Utara Malaysia (UUM) untuk mengadakan International Conference di Bandung, 31 Mei – 2 Juni 2016. Acara Maltesas pertama yang saya ikut adalah sebuah International Conference (ISTMET) dua tahun lalu di tempat yang sama yaitu Hotel Aston Braga. Saat kembali ke sana untuk acara serupa, seolah-olah saya mengulang masa lalu 😀

Namun kali ini agak berbeda.. Tentunya setelah dua tahun dan banyak event yang telah diselenggarakan, kali ini terlihat peserta lebih banyak dan lebih “rapi” dalam pelaksanaan. Practice make perfect, right?! Salah satu ciri khas dari conference by Maltesas adalah artikel-artikel yang masuk akan diteruskan ke jurnal-jurnal terindex scopus, atau Springer Book atau ieeexplore. Bagi saya, ini yang menjadi “nilai jual” dari event-event mereka terlebih lagi target publikasi dari universitas semakin tinggi. Maunya masuk jurnal atau conference yang bereputasi internasional, salah satu parameternya adalah indexed by Scopus. Seringkali saya mendengar di seminar-seminar tentang publikasi ilmiah bahwa Indonesia jauh tertinggal dari tetangganya, Malaysia, dalam hal publikasi ilmiah (tentunya dari segi kuantitas).

Dari portal SCImago diketahui  jika Indonesia berada pada urutan ke-61  dengan jumlah publikasi sebanyak 25.481.  Indonesia kalah jauh dari negara tetangga  ASEAN seperti Malaysia yang menempati  urutan ke-37 dengan jumlah publikasi karya  ilmiah 125.084, Singapura yang berada di  peringkat ke-32 dengan jumlah publikasi  171.037, dan Thailand pada peringkat ke-43  dengan jumlah publikasi 95.690.” (Sindonews.com, 2015)

Bagaimana Indonesia tidak tertinggal?? Jika dibandingkan dengan usaha negeri jiran saja. mereka bisa memiliki suatu EO yang khusus mengurusi international conference dan publikasi di jurnal bereputasi internasional. Kalau saya perhatikan, di setiap event tersebut lebih dari 50% pesertanya tentu berasal dari Malaysia. Dalam setahun mereka bisa mengadakan lebih dari sepuluh conference yang bekerjasama dengan berbagai institusi pendidikan, baik dari Malaysia sendiri maupun universitas asing lainnya. Tentunya hal ini dapat “mendongkrak” jumlah publikasi mereka secara signifikan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa hal ini hanya sebagai “fasilitasi” dari tingginya minat dan kemampuan SDM mereka dalam menulis sebuah artikel ilmiah. Lalu, bagaimana dengan Indonesia sendiri? Setidaknya dari segi penyelenggaraan event, kita masih “terpecah-pecah” antara institusi pendidikan. Bahkan, antar fakultas dalam satu universitas saja masih “bersaing” memperebutkan massa, dana, dan fasilitas lainnya. Akhirnya, SDM yang harusnya fokus menulis dan meneliti disibukkan dengan urusan-urusan administratif  yang harusnya bisa dilakukan oleh pihak ketiga yang lebih ahli dibidang tersebut.

,

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *